Pertemuan Malaria Tingkat Nasional (Exit Program Post Global Fund)
Pada tgl 10-13 Desember 2014 telah dilaksanakan pertemuan exit program malaria post GF. Pertemuan dihadiri oleh segenap PR (Principial Recipient) dan SR (Sub Recipient) dari Keuskupan Kalimantan dan Sulawesi ditambah dengan perwakilan Curia dari setiap Keuskupan. Dengan demikian, setiap keuskupan mengirimkan 4 org utusan yang terdiri dari wakil Curia Keuskupan, PR, SR dan perwakilan rumah sakit/Perdhaki Daerah. Pertemuan dilaksanakan di hotel Merlyn Park, Jl. KH. Hasyim Ashari, no. 29-31, Jakarta Pusat. Dari Keuskupan Palangka hadir 3 org: Dr. Ririn (Perwakilan Perdhaki Kalteng), Wendy dari bagian monitoring dan evaluasi program malaria, Rm I Ketut Adi Hardana (wakil Curia Keuskupan). Satu orang, yaitu Sdr Edy, selaku SR berhalangan hadir.
Pertemuan dimulai pada tgl 11 Desember 2014, Pk. 09. 00 WIB dengan perayaan ekaristi yang dipimpin oleh Mgr. Jos Sowatan, MSC, Uskup Manado dan sesudahnya dilanjutkan dengan acara perkenalan dari segenap peserta. Dr. Felix Gunawan, selaku penanggungjawab proyek penanggulangan malaria dari Perdhaki Pusat menyampaikan sambutan yang pada intinya menegaskan bahwa program ini sudah selesai karena sudah bejalan selama 5 tahun dan dianggap sudah berhasil menurunkan secara signifikan tingkat kematian akibat malaria dan itu dianggap sudah cukup. Selanjutnya, program yang didanai oleh GF (Global Fund) ini akan diarahkan ke wilyah NTT dan Papua yang masih mengalami wabah malaria cukup tinggi, bahkan 80% wabah malaria yang ada di Indonesia, saat ini, ada di daerah NTT dan Papua.
Selanjutnya Dr. Felix Gunawan menyampaikan paparan mengenai awal mula proses program ini. Thn 2010 ada tawaran dari pihak GF kepada Perdhaki Pusat untuk menjadi pelaksana program penanggulangan malaria. Tawaran ini kemudian diterima dan mendapat dukungan dari hirarki Gereja. Program yang sama juga ditawarkan oleh GF kepada pihak institusi agama lainnya: NU, Muhamadiyah dan GPI, tetapi dalam perjalanan waktu, hanya pihak PGI (Pelkesi: persekutuan pelayanan kesehatan untuk Gereja-Gereja Kristen Indonesia) yang menanggapi tawaran ini, sementara pihak NU dan Muhamadiyah tetap menginduk ke Kementerian Kesehatan. Memang harus diakui bahwa sistim management GF, khususnya berkaitan dengan masalah keuangan sangat ketat sehingga tidak semua pihak yang ditawarkan sanggup melaksanakan program ini. Semua persyaratan yang diminta oleh GF dapat dipenuhi oleh Perdhaki, dengan demikian dana dari pihak GF langsung dikucurkan ke Perdhaki Pusat, selaku pelaksana program.
Dr Ari Hermawan selaku penanggungjwab program menyampaikan resume dari pelaksanaan pogram malaria di daerah Kalimantan-Sulawesi (Kal-Sul). Disampaikan bahwa sampai sekarang malaria masih menjadi ancaman yang serius bagi masyarakat dunia. Program malaria yang ditangani oleh Pedhaki selama ini ditempatkan dalam frame work kerjasama dengan pihak pemerintah. Selama ini Perdhaki bekerja di 79 kabupaten di kedua pulau itu.
Sukses pelaksanaan program malaria ini tidak terlepas dari keterlibatan Gereja lokal (Keuskupan). Kontribusi Gerja lokal sangat besar dalam memberikan kemudahan dan akses kepada masyarakat, dengan dukungan infrastruktur, jaringan dan semangat. Dalam fase pertama, GF memberikan dana sejumlah 101. 853.423. 610, realisasinya 74. 626. 259. 483, fase ke 2 sejumlah 48. 096.831.900, realisasinaya 40. 847. 143. 769. Karena kesulitan jarak tempuh serta kurang tersedianya SR yang cukup, sehingga dana yang dikucurkan tidak terlealisasi semuanya.
Proses yang ditempuh dalam pelaksanaan program ini adalah:
- Peningkatan kapasitas sumber daya manusia: Training tenaga kesehatan dan non tenaga kesehatan sebanyak 1000 org untuk mendukung pelaksanaan program ini
- Pembagian kelambu kepada keluarga dengan tujuan untuk memutus mata rantai penularan malaria. Nyamuk tidak akan mampu bertelur kalau tidak mendapat darah, dengan demikian populasinya akan turun dengan drastis.
- Penegakan sistim yg sudah dibangun: sistim administrasi, keuangan, monitoring dan logistik.
Outreaching. Kegiatan pelayanan malaria ke daerah-daerah yang ditingalkan oleh pihak pemerintah karena kesulitan transportasi. Daerah ini dilayani secara khusus oleh perdakhi.
Indikator keberhasilan program dapat dilihat dari 3 indikator:
- Pemeriksaan malaria dengan menggunakan mikrokospis di uni-untit kesehatan
- Jumlah penyebaran kelambu kepada penduduk
- Jumlah penurunan kasus malaria yang diperiska
Selama program berjalan, sebanyak 11755 kasus diobati dan yang berhasil disembuhkan sejumlah 10960; sedangkan jumlah penyuluhan tentang malaria sebanyak 3649.
Manfaat program ini untuk masyrakat. Data belum diterima dari Kemenkes sehingga belum bisa ditampilkan secara keseluruhan. Namun demikian, data yang dimiliki oleh Perdhaki Pusat memberikan gambaran yang jelas bahwa telah terjadi penurunan kasus malaria secara signifikan, baik di Kalimantan, dari 3, 52 (2010) menjadi 0, 93 (2013); maupun di Sulawesi, dari 2, 10 (2010) turun ke 0, 58 (2013).
Sesi berikut berupa sharing dari Keuskupan-Keuskupan mengenai manfaat program malaria yang dirasakan selama ini. Dari sharing yang muncul dari ke-9 keuskupan, dapat disimpulkan beberapa hal: 1. Program malaria telah membantu masyarakat umum dalam menanggulangi wabah malaria. 2. Para stakeholders yang terlibat didalamnya, khususnya para PR dan SR telah memperoleh pembelajaran dalam masalah management keuangan. 3. Para Petugas semakin terampil dalam memahami gejala-gejala malaria. 4. Capacity building SDM dalam bidang kesehatan dari masing-masing keuskupan semakin meningkat.
Selain sharing dari ke-9 keuskupan, juga ada sharing dari Rumah Sakit St. Vincentius, Singkawang yang menegaskan dampak positif dari program ini untuk masyarakat luas dalam hal penanggulangan wabah malaria. Kedepan, perlu dipikirkan bagaimana melanjutkan program ini, karena malaria belum sepenuhnyan “habis” di Kal-Sul, karena masih ada sejumlah “kantong-kantong” endemis malaria yang tentunya tetap memerlukan penanganan. Penanggulangan endemis malaria ini dapat diusahakan dengan menggalang kerjasama dengan pihak pemerintah. Selain itu, RS dapat menyisihkan dana dari program CSRnya untuk penanggulangan malaria di “katong-kantong” endemis tersebut.
Bagian akhir dari pertemuan yang berupa rekomendasi, ditegaskan bahwa semua peserta sepakat program ini harus diteruskan setelah GF tidak lagi mendanai program ini. Upaya itu dapat diusahakan dengan menggalang kerjasama dengan semua stakeholders, seperti pihak pemerintah (Dinas Kesehatan Provinsi dan Kota). Selain itu, peserta juga memberikan tugas khusus kepada Perdhaki Pusat untuk mencari donor lain yang bersedia untuk mendanai program malaria di Kal-Sul sebagai program lanjutan pasca GF.
Acara diakhiri dengan apresiasi berupa penyerahan piagam penghargaan kepada segenap SR, baik Keuskupan maupun RS yang telah terlibat secara aktif dalam pelaksanaan progran penanggulangan malaria di daerah Kal-Sul. Acara diakhiri dengan sesi foto bersama dan dilanjutkan dengan makan malam bersama. Hadir dalam pertemuan ini sebanyak 60 orang dari 9 Keuskupan (minus Sanggau): 2 Keuskupan dari Sulawesi dan 7 Keuskupan dari`Kalimantan. (Rm. I Ketut Adi Hardana, MSF).