Menggagas dan Mengubah Tantangan Menjadi Peluang
Oleh : RP. Andreas Tri Adi Kurniawan, MSF
Kita memang harus benar-benar dengan serius mengenal orang muda jaman ini. Mengapa? Karena diskusi-diskusi di ranah domestik membicarakan pendampingan orang muda yang cenderung dan tidak didasari, dipengaruhi oleh penilaian atau bahkan pengadilan yang kurang obyektif terhadap orang muda itu sendiri. Orang muda memiliki kompleksitas dunianya sendiri, kegelisahannya sendiri dan harus berani diyakini bahwa dinamika orang muda katolik pasti akan menemukan jalan keluarnya sendiri. Lalu bagaimana wajah pendampingan kita? Pertama harus disadarkan bahwa bagaimanapun juga orang muda belum memiliki banyak pengalaman sebagaimana orang dewasa, tetapi perlu diingat bahwa itu hanya soal waktu dan bukan berati orang muda “miskin” penemuan nilai, karena ia tengah berada dalam lintasan sosial dan keluarga dan ini tidak boleh dijadikan alasan untuk menghakimi mereka dan bagi orang muda sendiri situasi semacam ini tidak boleh dijadikan alasan untuk merengek-rengek memita perhatian, kepedulian, peran dan kesempatan. OMK tidak harus selalu menunggu perhatian, kepedulian, dan kesempatan diberi peran. Rebut dan tunjukkan bahwa meskipun dengan segala keterbatasannya (pengalaman dan finansial) bukan berarti OMK harus tergantung dari “belas kasih” pihak lain. Jangan mencari kambing hitam karena tidak ada kesempatan, tidak ada peran dan lain-lain. Daripada menunggu orang lain berubah, lebih berguna kita memulai perubahan dari hal-hal sederhana.
Tantangan;
Penting untuk disadari dan dirasakan bahwa jujur saja kita masih hidup dalam mitos, opini subjektif, kesan yang tak mendalam terhadap orang muda. Maka prioritas utama adalah mengubah mainstreams-mindset, mendobrak-membongkar dan menyusun kembali kebiasaan berpikir, tidak hanya orang muda tetapi juga para pemangku kepentingan terhadap perkembangan mereka, juga seluruh umat.
Seperti : Merencanakan visi dan misi pendampingan. Artinya baiklah kalau dengan sungguh-sungguh kita merumuskan tujuan pendampingan orang muda. Bisa saja kita merumuskannya dengan pilihan kata-kata yang “aduhai” tetapi apakah betul-betul menyentuh dan aplikabel untuk mereka atau hanya karena tuntutan kelengkapan sebuah lembaga yang memerlukan visi dan misi. Kadang-kadang dalam perumusan justru orang tidak dilibatkan. Mereka menerima begitu saja –taken for granted- maka akan dijumpai kebingungan manakala masuk di dalam penerapan. Maka ditawarkan tujuan pendampingan orang muda untuk mereka supaya bisa berpikir dan bertanggung jawab terhadap hidupnya sendiri sehingga hidup bersama dapat berlangsung terus-menerus.
Atau merubah pola pikir dalam melihat hasil-tolak ukur dari segi kualitas bukan kuantitas. Complicated skill is being simple. Tolak ukur tidak harus selalu keterlibatan yang banyak, spektakuler, hebat, meriah tetapi sangat tentatif apalagi menghambur-hamburkan dana. Coba mulai dari hal-hal yang sederhana, kreatif, tetapi setia dilaksanakan dan memiliki daya ubah yang permanen, “membuat terbelalak”. Katakanlah dengan cara lain bahwa OMK kemudian menjadi sumber berkat, pengharapan, suka cita bagi yang lain.
Bagaimana kita tumbuhkan cara pikir dan cara kerja yang sinergis, berkesinambungan dan holistik dalam mendampingi orang muda? Jangan hanya pandai membuat program tetapi tidak memiliki ketersambungan dengan visi dan misi keuskupan. Indikasi perhatian keuskupan, paroki atau dekenat terhadap OMK bisa dilihat dari visi misi dan RAPB, berapa persen dana yang dialokasikan untuk mendukung pencapaian visi dan misi. Bukankah visi dan misi harus dicapai dengan seluruh daya upaya, tenaga, pikiran, materi. Perlu dihindari sistem kerja yang memunculkan kesan eklusivitas dan bekerja sendiri-sendiri. Sinergisitas dan berpikir menyeluruh membuat pendampingan terhadap OMK menjadi lebih ringan dan efektif (finansial dan sasaran).
Soal lain, sering kali kita mendampingi orang muda katolik tetapi dalam menemukan dan merumuskan masalah atau mencari jalan keluar justru tidak melibatkan mereka dengan segala implikasinya. Dengan demikian berarti kita masih melihat mereka atau menempatkan mereka sebagai objek bukan sebagai pribadi pendampingan.
Apa peluang yang bisa ditemukan?
- Kesinambungan
Pembaruan memerlukan kontinuitas aktivitas (youth day, musda, pernas, TOT, kewirausahaan, dll) dan kontinuitas ktivitas perlu orang-orang yang bisa diandalkan (dari segi tenaga dan waktu-awam-imam/biarawan-wati). Semangat, hati dan komitmen tetap perlu didukung ketahanan finansial dan hal-hal yang sifatnya praktis-material. Uang bukan segala-galanya, tetapi segala-galanya memerlukan uang.
- Komunikasi
Relasi-komunikasi-dialog antar semua pemangku kepentingan mensyaratkan keterbukaan dan kerendahan hati. Inilah salah satu kunci keberhasilan pendampinganterhadap orang muda (partisipasi dengan cara dan tingkatan masing-masing, empowering dan berdaya ubah).
Peluang lain
Cakra waktu, kuantitas, pilihan dan tawaran dunia jaman ini, kualitas-potensi dan semangat, kontekstual masing-masing, perkembangan teknologi di segala dimensi manusia dan bidang hidup, menjadi peluang yang luar biasa untuk mendampingi orang muda, menemukan diri, mengembangkan diri, mendayagunakan dirinya bagi kepentingan hidup bersama. Bagaimana hal itu dikelola dan diwujudnyatakan menunggu HATI dari kita semua.