PENINGKATAN EKONOMI UMAT MENINGKATKAN MARTABAT MANUSIA
PENINGKATAN EKONOMI UMAT MENINGKATKAN MARTABAT MANUSIA
Rapat Kerja Keuskupan Palangka Raya yang berlangsung pada tgl 12-18 oktober 2015 membahas tema Pengembangan Ekonomi Umat sebagai salah satu sub-tema dari 4 sub-tema yang merupakan penjabaran dari tema: “Meningkatkan Martabat Manusia”. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengembangan ekonomi umat tidak pertama-tama ditempatkan dalam perspektif ekonomis belaka, dalam pengertian berbicara murni mengenai peningkatan ekonomi: akumulasi barang dan jasa serta cara pengelolaannya; tetapi ditempatkan dalam perspektif yang jauh lebih luas, yakni dalam upaya peningkatan martabat manusia. Peningkatan ekonomi hanya berarti sejauh ditempatkan dalam kerangka dan tujuan yang lebih luas, yakni meningkatkan martabat manusia, supaya manusia semakin mampu hidup sesuai dengan martabatnya sebagai Citra Allah. Oleh karena itu, segala upaya peningkatan ekonomi tidak dipahami sebatas peningkatan jumlah kekayaan material semata, tetapi diarahkan pada tujuan yang lebih luas, yakni meningkatkan martabat manusia. Hanya dalam arti itu, peningkatan ekonomi mempunyai makna dan arti bagi kehidupan umat. Peningkatan ekonomi, bukanlah tujuan utama yang mau dicapai. Tujuan utama adalah membantu manusia agar mampu hidup bermartabat dengan terpenuhinya kebutuhan dasar: sandang, pangan dan papan serta kebutuhan lainnya yang menunjang dan menghadirkan martabat luhur manusia. Sementara itu, peningkatan ekonomi adalah sarana atau penunjang untuk mencapai peningkatan martabat manusia. Hal ini ditegaskan dengan sangat jelas oleh Paus Fransiscus dalam Ensiklik Evangelii Gaudium (EG), no. 58. Beliau menegaskan bahwa uang sifatnya adalah membantu dan melayani kebutuhan manusia dan bukan sebagai pihak yang menguasai. Oleh karena itu, beliau mewajibkan – dalam nama Kristus – orang-orang kaya untuk membantu, menghormati dan memperlakukan orang-orang miskin sebagai sesama manusia. Sikap murah hati dan solidaritas adalah kebajikan Kristiani yang perlu dikembangkan dalam upaya membantu orang-orang miskin sehingga mampu hidup secara bermartabat. Dalam kaitan dengan hal ini, pentinglah ditegaskan apa yang disampaikan oleh Bapa Suci bahwa sistim ekonomi dan finansial harus dikembalikan kepada pendekatan etika Kristiani, yakni “mengabdi” kepada dan untuk kesejahteraan manusia (EG, no.58). Dalam bingkai etika Kristiani tersebut sebagaimana ditegaskan oleh Bapa Suci, maka sikap acuh tak acuh terhadap sesama, khususnya yang miskin dan tidak diperthitungkan dalam kehidupan bersama harus disingkirkan dari kehidupan setiap orang; sebaliknya hendaknya dikembangkan sikap empati, simpati serta belarasa terhadap mereka yang menderita serta kerelaan untuk membantu yang berkekurangan. Dalam bingkai etika yang sama, sikap yang hanya mengedepankan keinginan untuk memiliki harta tanpa batas, meningkatkan keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan hidup akan dapat dikurangi dan pada akhirnya dihilangkan dalam kehidupan bersama (bdk.EG, no. 56). Gereja Lokal Keuskupan Palangka Raya setia mengemban tugas penggembalaan dengan mengupayakan hal-hal konkret bagi peningkatan ekonomi masyarakat tanpa mengabaikan tuntutan etika sebagaimana yang diajarkan oleh Gereja. Dengan menempatkan visi dan misi Keuskupan: melestarikan dan menjaga keutuhan ciptaan sebagai fondasi dalam peningkatan ekonomi masyarakat, maka Keuskupan dengan tegas menolak segala bentuk usaha yang bertujuan meningkatkan ekonomi, namun dibalik itu, terjadi penghancuran alam secara masif. Perkebunan sawit adalah salah satu contohnya. Oleh karena itu, Gereja memilih upaya-upaya yang bersifat ramah lingkungan, seperti: pengembangan tanaman Karet, Gaharu, ternak Ikan, ayam serta sayur mayur dan buah-buahan dalam upaya peningkatan ekonomi masyarakat. Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan Pertemuan Para Pastor (PERPAS 2016), Keuskupan telah membentuk team pada setiap Dekanat yang bertugas secara khusus untuk melakukan pendekatan dengan para pengusaha Karet di wilayah Dekanat masing-masing. Langkah diambil mengingat komoditi Karet adalah komodoti yang paling familier dan dimiliki oleh seluruh warga masyarakat Kalteng, namun karena permainan dari pihak ketiga(Tangkulak) harga sepenuhnya dikontrol oleh pihak pembeli. Petani tidak memiliki kekuatan tawar menawar harga. Akibatnya, harga komoditas Karet sangat rendah di kalangan para petani. Dengan rendahnya harga komoditas tersebut, tentu saja berhimbas kepada kesejahteraan para Petani. Oleh karena itu, sangat diharapkan bahwa pendekatan yang dilakukan oleh team Keuskupan tersebut dapat membuahkan hasil, sehingga harga komoditas Karet dapat normal kembali. Ini adalah salah satu usaha kongkret yang diupayakan oleh pihak Keuskupan dalam membantu masyarakat. Selain itu, tawaran proposal dari pihak PSE dan HPS KWI dapat menjadi peluang yang sangat baik untuk mendapatkan modal usaha dalam prospek pengembangan ekonomi umat/masyarakat, seperti pengembangan ternak ikan, babi, ayam dan tanaman sayur mayur yang peluang usaha masih terbuka lebar. Keuskupan dan sejumlah Tarekat, baik Imam maupun Suster telah memiliki sejumlah lahan untuk pengembangan kebun Karet, Gaharu, Singkong serta usaha-usaha produktif lainnya. Selain untuk menunjang dan memperkuat ketahanan finansial agar tetap mampu mengemban tugas perutusan yang dipercayakan Gereja; upaya peningkatan ekonomi semacam itu juga ditempatkan dalam kerangka misi ekologi. Melalui pengembangan tanaman alternatif tersebut diatas, yang dikenal sebagai tanaman yang ramah lingkungan, masyarakat ikut menjaga kelestarian alam dan dari sisi lain memperoleh asas manfaat untuk peningkatan kehidupan ekonomi. Dalam kaitan dengan hal ini, masyarakat juga diingatkan untuk tidak tergantung melulu kepada sistim tanaman monukultur; tetapi dapat mengusahakan sistim tanaman yang multikultur. Selain tanaman Karet, masyarakat bisa membudi-dayakan tanaman Gaharu, Singkong, Sayur mayur dan buah-buahan bahkan berbagai aneka ternak yang peluangnya masih sangat terbuka di wilayah Kalimantan Tengah. Yang diperlukan adalah semangat dan usaha untuk berani memulai dan menekuninya, sehingga pada akhirnya akan membuahkan hasil yang baik.
(Rm I Ketut Adi Hardana, MSF).